Pendahuluan
Good governance merupakan semboyan yang sedang gencar –
gencarnya dipromosikan oleh pemerintah. Semboyan itu sekilas memang
suatu hal yang sangat di dambakan oleh semua sektor baik publik maupun
swasta mengingat efek domino yang dapat diwujudkan dari implementasi good governance. Efek domino yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
Pertama, implementasi good governance cenderung membawa efisiensi dan efektivitas dalam dunia usaha. Hal ini karena implementasi good governance yang baik dapat memotong kos tinggi (high cost) yang
disebabkan adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum
birokrasi pemerintah dan oknum aparat di lapangan. Hasil studi dari
Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan United State Agency for International Development (USAID) melakukan
survei terhadap 100 perusahaan dari Jawa, Sumatra dan Bali. Dalam studi
itu disebutkan, pelaku usaha mengungkapkan pendapat yang berbeda-beda
mengenai pungli. Kebanyakan dari responden enggan untuk menjawab
kuisioner atau takut untuk menjawab kuisioner yaitu sebanyak 41 %.
Namun, diperkirakan, biaya pungli itu bisa mencapai 7,5 persen dari
biaya ekspor. Penelitian itu kemudian mengasumsikan apabila nilai ekspor
produk manufaktur sebesar Rp 4 juta per peti kemas, biaya pungli itu
sendiri mencapai Rp 300.000 per peti kemas. Jika Indonesia mengekspor
produk hingga mencapai 10 juta peti kemas per tahun, maka biaya pungli
mencapai Rp 3 triliun. Penelitian itu juga menyebutkan bahwa pungli
paling sering terjadi di jalan yaitu sebesar 48% dan terjadi di
pelabuhan sebanyak 35%. Hal yang paling disayangkan lagi bahwa 24%
responden menjawab bahwa pungli paling sering dilakukan oleh oknum
polisi, 21% dilakukan oleh oknum bea cukai dan yang lebih mengejutkan
bahwa aparat oknum pemerintah daerah (PEMDA) yang selama ini disebut –
sebut sering mempersulit pengurusan hanya 3% dari responden yang
menjawab mengenakan pungutan liar ini (Kompas 28 Juli 2004).
Kedua, implementasi good governance akan membawa birokrasi
pemerintahan Indonesia ke dalam sistem birokrasi yang sehat dan bermutu.
Menurut survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) terhadap
para eksekutif bisnis asing, birokrasi Indonesia pada tahun 2000
memperoleh skor 8.0 dan tidak mengalami perbaikan dibandingkan tahun
1999, walaupun pencapaian ini masih lebih baik dibandingkan Negara lain
seperti Cina, Vietnam dan India (Kompas 13 Maret 2000). Senada dengan
survei yang dilakukan PERC, Booz – Allen & Hamilton juga melakukan
survei terhadap indeks good governance, indeks korupsi dan indeks efisiensi peradilan. Hasilnya Indonesia menempati urutan paling belakang dari lima negara. Indeks good governance Indonesia mendapat skor 2,88 jauh dibawah Malaysia 7,72 apalagi bila dibandingkan dengan Singapura 8,93 ( Irwan, 2000).
Ketiga, implementasi good governance dalam sektor publik akan membawa dampak yang baik tidak hanya kepada pemerintah tetapi juga kepada masyarakat sebagai stakeholder.
Pemerintah melalui departemen, badan usaha milik Negara (BUMN), Badan
Usaha milik Daerah (BUMD) tidak hanya sebagai perusahaan dan abdi
masyarakat yang hanya bermotifkan laba tetapi juga dapat memberikan
pelayanan yang baik terhadap masyarakat. Pelayanan yang baik tersebut
akan membawa kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat cukup mengeluarkan dana
tertentu yang relatif terjangkau untuk charge of services yang
dikenakan pemerintah kepada masyarakat. Semakin terjangkau biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat maka relatif semakin banyak kebutuhan yang
dapat terpenuhi dengan sejumlah dana tertentu. Selain itu dengan adanya
kecepatan, ketepatan dan kepastian dalam pelayanan juga akan mengurangi
kos yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan suatu pelayanan.
Governance dan Good Governance
Governance dan good governance banyak didefinisikan berbeda
menurut para ahli, namun dari perbedaan definisi dan pengertian tersebut
dapat ditarik benang merah yang dapat mengakomodasi semua pendapat para
ahli tersebut. Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan – urusan publik (Mardiasmo, 2004:17).
Sedangkan menurut World Bank governance adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society“, dimana world bank lebih
menekankan pada cara yang digunakan dalam mengelola sumber daya ekonomi
dan sosial untuk kepentingan pembangunan masyarakat
(Mardiasmo,2004:17).
Menurut United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance adalah “the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels“. Dari definisi UNDP tersebut governance memiliki tiga kaki (three legs), yaitu :
1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of live.
2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan.
3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan (Sedarmayanti, 2003:4).
Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha) dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing – masing. state berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan
positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak
kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi,
sosial dan politik (Sedarmayanti, 2003:5).
Good Governance
UNDP mendefinisikan good governance sebagai “the exercise of political, economic and social resources for development of society“ penekanan utama dari definisi diatas adalah pada aspek ekonomi, politik dan administratif dalam pengelolaan negara.
Pendapat ahli yang lain mengatakan good dalam good governance mengandung
dua pengertian sebagai berikut. Pertama, nilai yang menjunjung tinggi
keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan
kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional
dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian ini, good governance berorientasi pada :
1. Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam
kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti : legitimacy (apakah pemerintah) dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyat, accountability (akuntabilitas), securing of human rights autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan
efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi kedua
ini tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan
sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administratif
berfungsi secara efektif dan efisien. (Sedarmayanti, 2003:6)
Menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good governance meliputi (Mardiasmo,2004:18) :
1. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut
dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
partisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan public
secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
4. Responsiveness. Lembaga – lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
5. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan
9. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan
Dari kesembilan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat tiga
hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik yaitu penciptaan
transparansi, akuntabilitas publik dan value for money (economy, efficiency dan effectiveness).
Manajemen Strategi
Manajemen strategi terdiri atas dua suku kata yang dapat dipilah menjadi kata manajemen dan strategi.
Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan penganggaran (budgeting) (Nawawi, 2003:52).
Unsur – unsur yang ada dalam manajemen tersebut apabila dijabarkan dalam penjelasan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning)
Suatu organisasi dapat terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja
sama dengan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.
Perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen mempunyai beberapa
pengertian sebagai berikut: (1) Pemilihan dan penetapan tujuan
organisasi dan penentuan strategi, langkah, kebijaksanaan, program,
proyek, metode dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. (2)
Pemilihan sejumlah kegiatan untuk diterapkan sebagai keputusan tentang
apa yang harus dilakukan, kapan dan bagaimana akan dilakukan serta siapa
yang akan melaksanakannya. (3) Penetapan secara sistematis pengetahuan
tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan kecenderungan perubahan
menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan. (4) Kegiatan persiapan yang
dilakukan melalui perumusan dan penetapan keputusan, yang berisi langkah
– langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan
yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Merupakan sistem kerjasama sekelompok orang, yang dilakukan dengan
pembidangan dan pembagian seluruh pekerjaan atau tugas dengan membentuk
sejumlah satuan atau unit kerja, yang menghimpun pekerjaan sejenis dalam
satu – satuan kerja. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan wewenang
dan tanggungjawab masing – masing diikuti dengan mengatur hubungan kerja
baik secara vertikal maupun horizontal.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan atau penggerakan dilakukan organisasi setelah sebuah
organisasi memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan
memiliki struktur organisasi termasuk tersedianya personil sebagai
pelaksana sesuai dengan kebutuhan unit atau satuan kerja yang dibentuk.
4. Penganggaran (Budgeting)
Merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting peranannya.
Karena fungsi ini berkaitan tidak saja dengan penerimaan, pengeluaran,
penyimpanan, penggunaan dan pertanggungjawaban namun lebih luas lagi
berhubungan dengan kegiatan tatalaksana keuangan. Kegiatan fungsi
anggaran dalam organisasi sektor publik menekankan pada
pertanggungjawaban dan penggunaan sejumlah dana secara efektif dan
efisien. Hal ini disebabkan karena dana yang dikelola tersebut merupakan
dana masyarakat yang dipercayakan kepada organisasi sektor publik.
5. Pengawasan (Control)
Pengawasan atau kontrol harus selalu dilaksanakan pada organisasi
sektor publik. Fungsi ini dilakukan oleh manajer sektor publik terhadap
pekerjaan yang dilakukan dalam satuan atau unit kerjanya. Kontrol
diartikan sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat
efektivitas kerja personil dan tingkat efisiensi penggunaan sarana
kerja dalam memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
Sedangkan kata yang kedua adalah strategi yang berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategeus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jenderal, namun dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas (Salusu 2003 :85 ). Pendapat yang lain mendefinisikan strategi sebagai kerangka kerja (frame work),
teknik dan rencana yang bersifat spesifik atau khusus (Rabin et.al,
2000 : xv). Hamel dan Prahalad dalam Umar (2002) menyebutkan kompetensi
inti sebagai suatu hal yang penting. Mereka mendefinisikan strategi
menjadi :
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (
senantiasa meningkat ) dan terus – menerus, serta dilakukan berdasarkan
sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa
depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang
dapat terjadi dan bukan dimulai dengan apa yang terjadi. Terjadinya
kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan
kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Pengertian strategi kemudian berkembang dengan adanya pendapat John
Von Neumann seorang ahli matematika dan Oskar Morgenstern seorang ahli
ekonomi.
Mereka memasukkan istilah games dan adanya faktor yang sama dalam games yang sesungguhnya. Mereka pun mengakui bahwa teori games sesungguhnya
adalah teori strategi (Mc Donald dalam Salusu 2003 : 87). Teori
menyebutkan dua atribut utama yang harus senantiasa diingat yaitu
ketrampilan dan kesempatan dimana keduanya merupakan kontribusi bagi
setiap situasi stratejik. Situasi stratejik merupakan suatu interaksi
antara dua orang atau lebih yang masing – masing mendasarkan tindakannya
pada harapan tentang tindakan orang lain yang tidak dapat ia kontrol,
dan hasilnya akan tergantung pada gerak – gerik perorangan dari masing –
masing pemeran (Salusu 2003 : 87)
Apabila dijadikan satu kesatuan manajemen strategi merupakan
pendekatan sistematis untuk memformulasikan, mewujudkan dan monitoring
strategi (Toft dalam Rabin et.al 2000:1). Pendapat lain dikemukakan oleh
Thompson (2003)
Manajemen strategi merujuk pada proses manajerial untuk membentuk
visi strategi, penyusunan obyektif, penciptaan strategi mewujudkan dan
melaksanakan strategi dan kemudian sepanjang waktu melakukan penyesuaian
dan koreksi terhadap visi, obyektif strategi dan pelaksanaan tersebut.
Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan manajemen stratejik sebagai berikut :
Serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh
manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Manajemen Stratejik Sektor Publik
Manajemen stratejik tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi
juga sudah diterapkan pada sektor publik. Penerapan manajemen stratejik
pada kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada
organisasi sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada
pencarian laba tetapi lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young
dalam Salusu (2003) penekanan organisasi sektor publik dapat
diklasifikasikan ke dalam 7 hal yaitu: (1) Tidak bermotif mencari
keuntungan. (2) Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak. (3)
Ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan. (4) Banyak
menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi. (5) Kurang
banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan
keuangan (6) Dominasi profesional. (7) Pengaruh politik biasanya
memainkan peranan yang sangat penting. Seorang ahli bernama Koteen
menambahkan satu hal lagi yaitu less responsiveness bureaucracy dimana
menurutnya birokrasi dalam organisasi sektor publik sangat lamban dan
berbelit – belit. Sedangkan pada sektor swasta penekanan utamanya pada
pencarian keuntungan atau laba dan tentunya kelangsungan hidup
organisasi melalui strategi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk membuktikan perlunya manajemen sektor publik dalam organisasi
sektor publik banyak penelitian yang mengupas pentingnya manajemen
stratejik pada sektor publik. Penelitian Roberts dan Menker dalam Rabin
et.al mengupas mengenai manajemen stratejik pada pemerintah pusat di
Amerika Serikat hasilnya mereka megusulkan adanya pendekatan baru dalam
manajemen sektor publik yaitu pendekatan generatif selain pendekatan
yang sudah ada yaitu pendekatan direktif dan pendekatan adaptif.
Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang bersifat dari atas ke
bawah (top – down) dan lebih sedikit melibatkan anggota dalam
organisasi sektor publik. Pendekatan adaptif lebih menekankan pada
kebersamaan dalam organisasi dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan
evaluasi. Sedangkan pendekatan generatif menekankan pada pentingnya
seorang pemimpin (leader) dalam melakukan fungsi penetapan
tujuan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tidak mengesampingkan anggota
lain dalam organisasi sektor publik.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kilimurray
et al dalam rabin et al. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui
perencanaan stratejik yang ada dalam dinas pertolongan anak di Amerika
Serikat. Hasilnya pada dinas pertolongan anak menjalankan perencanaan
stratejik berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Amerika
Serikat. Selain itu dinas pertolongan anak melakukan perencanaan
stratejik dengan mengembangkan 5 hal utama yaitu: (1) Implementasi
rencana, dimana hal ini merupakan dasar dari orientasi manajemen yang
ditetapkan, pada implementasi rencana tujuan dan obyektif disusun untuk
mengevaluasi kinerja dari kantor prtolongan anak. (2) Indikator kinerja,
indikator kinerja sepakat untuk disusun dalam rangka menilai kesulitan
dalam mengumpulkan data dan memprogram ulang sistem otomatisasi. (3)
Reformasi kesejahteraan, dengan adanya peraturan mengenai reformasi
kesejahteraan maka negara bagian sebagai partner harus melakukan
perubahan terhadap perencanaan stratejik, pelaporan data, indikator
kinerja dan pendanaan dari pemerintah pusat. (4) Kesepakatan kinerja,
sebelum adanya implementasi Undang – undang mengenai kinerja setiap
negara bagian sudah memiliki standard masing – masing mengenai kinerja
organisasi sektor publik. Adanya Undang – undang tersebut merubah
kesepakatan kinerja antara negara bagian dan pemerintah pusat. Hal itu
dikembangkan dengan kesepakatn antara negara bagian dan pemerintah pusat
dalam rangka menyeragamkan standar yang sudah ada sebelumnya. (5)
Pemeriksaaan (Audit), dimasa yang akan datang divisi audit akan
menekankan pada validitas data yang diberikan oleh negara bagian,
karena pada masa sekarang kepatuhan Negara bagian hanya dibuktikan oleh
statuta.
Penelitian berikutnya adalah penelitian terhadap manajemen stratejik
yang dilakukan oleh kantor dinas pajak Amerika Serikat dibantu oleh
kantor akuntan publik Pricewaterhouse Coopers dengan obyek penelitian
pada kantor dinas pajak pemerintah pusat yang berlokasi di Washington
D.C. Penelitian ini melihat tahapan manajemen stratejik dari awal yaitu
dengan mengembangkan multiyear budget yaitu penganggaran yang
dilakukan dalam waktu yang panjang dimana dalam proses ini belum
terdapat visi, obyektif, tujuan dan pengukuraan kinerja. Kemudian proses
ini berubah menjadi secara perencanaan stratejik bisnis (strategic business plan) dimana
sudah adanya visi dan misi organisasi namun masih meletakan
penganggaran diluar sistem sehingga sering program tidak dapat berjalan
dengan baik karena adanya keterbatasan anggaran. Tahapan ini juga belum
terdapat penilaian kinerja dan program dijalankan cenderung mengacu pada
proses coba – coba (trial and error) sehingga banyak program
yang tidak berjalan secara efektif dan efisien. Tahapan selanjutnya
dikembangkan suatu proses yaitu perencanaan utama bisnis (the business master plan).
Tahapan ini organisasi melakukan perubahan dengan lebih menekankan pada
restrukturisasi organisasi, program sumber daya manusia, program
operasional dan tidak melupakan modernisasi sistem. Namun kembali lagi
penganggaran tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan program yang akan
dijalankan sehingga tidak adanya prioritas dalam program. Perubahan
terakhir terhadap manajemen stratejik yang ada dalam kantor dinas pajak
pemerintah pusat di Amerika Serikat yaitu dengan menerapkan perencanaan
stratejik dan penganggaran. Pada tahapan ini anggaran lebih
diintegrasikan dengan perencanaan stratejik sehingga lebih mempunyai
hubungan yang erat dengan program yang disusun dan dijalankan. Pada
akhirnya kantor dinas pajak pemerintah pusat Amerika Serikat mempunyai
misi utama yaitu lebih berpatokan pada pelanggan (customer driven).
Sedangkan 3 visinya yaitu: (1) Pelayanan terhadap setiap pembayar
pajak, (2) Pelayanan terhadap semua pembayar pajak dan (3) Produktivitas
yang dibangun melalui lingkungan kerja yang mempunyai kualitas tinggi.
Manajemen stratejik juga sudah diterapkan di Indonesia salah satunya
adalah dalam bidang pendidikan. Nawawi (2003) dalam tulisannya
Departemen Pendidikan Nasional sebagai organisasi pengelola melakukan
proses manajemen stratejik yaitu dengan mengendalikan strategi dan dan
pelaksanaan pendidikan nasional yang diwujudkan dalam Sistem Pendidikan
Nasional baik secara formal (pendidikan jalur sekolah) maupun pendidikan
non formal (pendidikan jalur luar sekolah). Proses manajemen stratejik
dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi
yaitu warganegara atau lulusan yang berkualitas dan kompetitif. Selain
itu analisis SWOT sebagai salah satu alat dalam manajemen stratejik juga
sudah diterapkan dalam sistem pendidikan nasional yaitu dengan adanya
pertimbangan sosio kultural yang mewarnai proses dan situasi pendidikan
dan berdampak pada lulusan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah
masing – masing daerah atau negara.
Analisis SWOT Sebagai Salah Satu Alat Manajemen Stratejik
Analisis SWOT merupakan salah satu alat dalam manajemen stratejik untuk menentukan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dalam
organisasi. Analisis SWOT diperlukkan dalam penyususnan strategi
organisasi agar dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.
Walaupun analisis SWOT dianggap sebagai suatu hal yang penting namun
kadang kala manajer menghadapi masalah dalam analisis ini. Masalah –
masalah tersebut adalah :
1. The Missing link Problem, masalah ini timbul karena
hilangnya unsur keterkaitan, yaitu gagalnya menghubungkan evaluasi
terhadap faktor internal dan evaluasi terhadap faktor eksternal.
Kegagalan tersebut akan berimbas pada lahirnya suatu keputusan yang
salah yang mungkin saja untuk menghasilkannya sudah memakan biaya yang
besar.
2. The Blue Sky Problem, masalah ini identik dengan langit
biru dimana langit yang biru selalu mebawa kegembiraan karena cuaca yang
cerah. Hal ini menyebabkan pengambil keputusan kadang terlalu cepat
dalam menetapkan sesuatu keputusan tanpa mempertimbangkan ketidakcocokan
antara faktor internal dan faktor eksternal sehingga meremehkan
kelemahan organisasi yang ada dan membesar – besarkan kekuatan dalam
organisasi.
3. The Silver Lining Problem, masalah yang berkaitan dengan
timbulnya suatu harapan dalam kondisi yang kurang menggembirakan. Hal
ini timbul karena pengambil keputusan mengharapkan sesuatu dalam kondisi
yang tidak menguntungkan. Masalah akan timbul apabila pengambil
keputusan meremehkan pengaruh dari ancaman lingkungan tersebut.
4. The all Things To All People Problem, suatu falsafah yang
dimana pengambil keputusan cenderung untuk memusatkan perhatian pada
kelemahan organisasinya. Sehingga banyak waktu yang dihabiskan hanya
untuk memeriksa kelemahan yang ada dalam organisasi tanpa melihat
kekuatan yang ada dalam organisasi tersebut.
5. The Putting The Cart Before The Horse problem, Mereka
memulai untuk menetapkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum
menguraikan secara jelas terhadap pilihan strateginya.
Semua kendala diatas haruslah dihindari oleh semua organisasi sektor
publik dalam melakukan analisis SWOT karena sebenarnya analisis SWOT
apabila dilakukan dengan tepat sejak awal akan membantu organisasi
sektor publik dalam mencapai visi, misi dan tujuan yang ditetapkan.
Kesimpulan
Manajemen stratejik sektor publik merupakan salah satu jalan yang terbaik untuk mencapai good governance.
Manajemen stratejik sektor publik mengarahkan organisasi sektor publik
untuk melakukan perencanaan manajemen dengan mempertimbangkan dengan
baik faktor – faktor pendukung dan penghambat dalam organisasi melalui
salah satu alat manajemen stratejik yaitu analisis SWOT. Analisis SWOT
berusaha untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang ada
dalam organisasi kemudian berusaha menterjemahkannya ke dalam suatu
strategi utama untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Apabila
analisis SWOT dijalankan dengan baik dari awal hingga akhir akan berguna
sebagai salah satu alat dalam manajemen stratejik yang dapat membantu
organisasi sektor publik dalam mewujudkan good governance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar