Selasa, 22 Mei 2012

GURUKU LEBAY..... ( Over interpretasi atas paradigma layanan dalam pendidikan )


Apakah yang terbersit dalam fikiran kita,  ketika seorang murid SMP atau SMA “berani” berkata di hadapan gurunya yang sedang mengajarnya di depan kelas :     “ iihh, Pak Guru lebay....” atau “iihh, Pak Guru  alay....”.    
Atau dalam konteks yang lain,  ketika kita mendengar   murid-murid SMP atau SMA yang sedang berkumpul dengan teman-teman mereka, lalu salah seorang murid menceitakan tentang tingkah polah seorang gurunya yang menurut mereka “ lebay” atau “alay”.
Secara sederhana pengertian atau arti kata lebay adalah “berlebihan”.Sebenarnya definisi di sini lebih ditekankan  pada kesepakatan bersama. Karena kalau dicari pengertiannya di Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) kita tidak akan menemukannya, artinya kita justru berpeluang lebih besar menemukan arti kata “lebay” atau “alay” jika kita menanyakannya langsung kepada orang-orang “gaul” di sekitar kita. Dengan kata lain kata “lebay” atau “alay” adalah kata-kata tidak baku yang tidak akan masuk kedalam KBBI. Kata “lebay” dapat dipadankan dengan kata hiperbol yang dalam KBBI didefinisikan sebagai ucapan atau kiasan yang dibesar-besarkan dengan maksud untuk memperoleh efek tertentu. Kata “lebay” yang diucapkan oleh anak-anak muda bisa menimbulkan efek negatif seperti ditertawakan, diejek atau dicemooh.  
Dalam tulisan ini kami akan lebih fokus pada arti “lebay” dalam konteks kedua yaitu guru yang dibicarakan oleh murid-murid karena tingkah polahnya yang berlebihan sehingga tidak mencerminkan tingkah polah soerang guru yang ideal atau dalam arti guru sebagai pendidik.
Pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah. Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustāz, mu’addib, mu’allim dan mudarris. Kesemua term-term ini, terhimpun dalam satu pengertian, yakni pendidik yang lazimnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “guru”.
Hanya saja, bila dilihat dari medan penggunaan term-term tersebut, menunjukkan adanya perbedaan arti secara subtansial. Dalam A Dictionary of Modern Written Arabic dikatakan bahwa kata ustāz, berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), trainer (pemandu). Juga kata mu’addib berarti edukator (pendidik) atau teacher in Koranic School (guru dalam lembaga pendidikan al-Quran).
Kata-kata yang bervariasi tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana guru secara umum diartikan sebagai pentransfer pengetahuan dan keterampilan di sekolah. Jika pengetahuan dan keterampilan tersebut diberikan di perguruan tinggi disebut lecturer (dosen) atau  professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut ustaz.
Adapun pengertian pendidik menurut istilah yang lazim digunakan di masyarakat telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Ahmad Tafsir, misalnya mengatakan bahwa pendidikan dalam Islam, sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Tanggungjawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal. Pertama, karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan bertanggungjawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua ber-kepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua juga.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003, dikemukakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, pasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Tugas-tugas utama guru adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Mendidik sebagai tugas guru menurut Ahmad Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan Islam maupun Barat. Ia mengetahui, bahwa mendidik merupakan tugas guru yang amat luas dan sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.
Tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada usaha mencerdaskan otak peserta didiknya saja, melainkan juga berupaya membentuk seluruh kepribadiannya, sehingga dapat menjadi manusia dewasa yang memiliki kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia.
Dalam permenpan No 16 tahun 2009 Bab III pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/ madarasah. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, seorang guru kadang melengkapi diri dengan berbagai keterampilan yang relevan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam sebuah diskusi terbatas beberapa waktu lalu berlangsung  workshop pengembangan SMA RSBI dilaksanakan di Bandung,  salah satu pembicara pada kegiatan itu  adalah Prof. Muklas Samani dari Surabaya melakukan identifikasi tentang kriteria guru yang baik.
Selanjutnya dikemukakan bahwa guru yang baik selalu memperhatikan muridnya, sekali pun pelajaran telah selesai muridnya muridnya masih mau belajar. Murid-muridnya masih asik melanjutkan beraktivitas. Dalam berinteraksi guru yang baik siap dibantah siswanya karena guru  berpendirian haram guru menyalahkan muridnya. Guru berpandangan haram menyalahkan dan membantah siswa karena siswa yang bisa membantah berarti siswa yang berpendirian dan berani bicara atau bertanya. Guru yang baik adalah guru yang dapat dikagumi atau diidolakan siswanya.
Guru yang baik itu bak pelawak. Mungkin tidak ada rumus atau teknik yang baku. Jika di lapangan harus berubah, maka bergantung pada situasi, jika harus berubah maka berubahlah asalkan tetap efektif
Guru yang baik ternyata membuat siswanya berhasil. Guru yang menggunakan waktu sependek mungkin, namun siswanya mencapai tujuan yang diharapkan. Pengalaman memberikan pengetahuan dan keterampilan membuat siswa belajar sendiri. Guru yang baik dapat membina siswanya sehingga siswa mengembangkan inisiatifnya sendiri seperti siswa melaksanakan solat tanpa perlu disuruh.
Guru yang baik itu inspiratif, pandai membuat siswa berpikir bahkan bisa membuat sesuatu. Dalam kondisi seperti ini, guru tahu bisa apa siswa sebelumnya sehingga mamahami apa yang harus siswa capai. Dengan demikian guru yang baik memahami yang sesungguhnya siswa butuhkan.
Dengan pertanyaan itu berarti siswa dapat mengembangkan pikirannya sendiri, memilih berbagai alternatif. Oleh karena itu, mata pelajaran pada dasarnya perupakan alat untuk mengantarkan pikiran siswa untuk merumuskan pikiran dalam wadah yang namanya mata pelajaran, namun sebenarnya siswa dapat menyelesaikan dalam berbagai dimensi yang lain yang dibutuhkan dalam hidup.
Penjelasannya pun dicukupkan dengan  saran, guru-guru jangan terjebak dengan output untuk kepentingan jangka pendek, tatepi berilah siswa kita bekal untuk hidup pada jamannya. Pendidikan yang baik adalah membuat siswa kita berhasil.
Sumber : http://gurupembaharu.com/home/?p=12914
 Berdasarkan uraian hasil diskusi antar guru di atas, seorang guru seringkali terjebak bahwa untuk menjadi guru yang baik haruslah mengorbankan harga diri atau dalam bahasa arab seringkali di sebut muru’ah, dengan bertindak layaknya bukan seorang guru, seperti berpakaian dan berbicara bagaikan artis sinetron atau bintang-bintang Idol-idol yang kian marak dewasa ini.
Sebagai acuan utama seorang guru hendaknya berpedoman pada permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kompetensi guru  yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Seorang guru yang profesional harus menguasai dan mampu menerapkan keempat kompetensi tersebut dengan baik tanpa harus mengorbankan identitas guru sebagaimana tercermin dalam kode etik guru indonesia, apalagi sampai melupakan tugas dan fungsi utamanya sebagaimana diamanatkan dalam permenpan No 16 tahun 2009 di atas.
Akan menjadi sangat lucu tentunya jika suatu saat nanti muncul ungkapan dalam dunia kependidikan di Indonesia “ Guru yang lebay murid pun alay.....”

1 komentar:

  1. Sebenernya, artikele bagus. Cuman yg aku cari ngga ada, Kata "lebay" itu sendiri dalam bahasa inggrisnya apa.

    Memang bener, kata "lebay" tu g masuk KBBI, Mungkin juga "lebay" yg english version itu juga g ada di Kamus Oxford karena ini juga bisa dibilang bahasa jalanan.

    Popular Music Chords, Lyrics Song, Free Download and Celebrity Biography Information

    BalasHapus