Jumat, 25 Mei 2012

Surat Kecil Untuk Guru ( Sebuah Renungan di Hari Kebangkitan Nasional )


    Kebangkitan adalah sebuah kata yang menyiratkan makna semangat patriotisme, semangat untuk melakukan perubahan menuju sesuatu yang lebih baik. Akan tetapi benarkah demikian yang terjadi ?
    Pendidikan yang menjadi harapan seluruh masyarakat Indonesia untuk memulai perubahan, terseret euforia reformasi tanpa arah dan tujuan yang jelas. Otonomi pendidikan menjadi sebuah wacana yang diperdebatkan bukan untuk diterapkan; kurikulum dipertanyakan, kompetensi guru digugat, UN-pun dipersalahkan. Bagaimana memulai perubahan ? Dari manakah memulai perubahan ini ? 
    Guru sebagai tonggak terdepan dalam pendidikan telah mendapatkan kesejahteraan yang luar biasa. Guru saat ini bukan lagi “Oemar Bakrie” yang kemana-mana mengandalkan sepeda kumbang dengan tas lusuh dikepit di ketiaknya. Tunjangan profesional membawa angin perubahan bagi penampilan dan kehidupan guru. Akan tetapi apakah tunjangan profesional guru berujung pada peningkatan profesionalisme ???
    Momen Kebangkitan Nasional kali ini kiranya saat yang tepat bagi seorang guru untuk memulai perubahan, paling tidak untuk mulai belajar mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan siswa/siswinya. Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Jevri Bolla, seorang guru di Kupang NTT yang dengan niat tulus meminta siswa/siswinya untuk menuliskan sebuah surat kecil bagi guru. Berikut ringkasan isi surat murid-murid kepada gurunya.
    Dear Guruku....
Guruku hari ini aku sengaja menulis sebuah surat  yang memang sudah lama  ingin ku sampaikan kepadamu, semoga ide gila ini bisa membuat engkau menjadi seorang yang pantas digugu dan ditiru.
Guruku, aku melihat banyak  hal yang menurutku anomali atas hakikat guru yang  aku rasakan lewat pelayananmu antara lain:
  • Aku benci guruku yang bisa mengajarkan PPKn tetapi dia sendiri tidak bersikap pancasilais
  • Aku sering tertawa melihat guruku  mengajar  Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Jepang dengan menggunakan  bahasa pengantarnya adalah Bahasa Indonesia.
  • Aku terkadang tersenyum  melihat guru Bahasa Indonesia-ku yang mengajarkan bahasa tulisan yang benar sementara dia tidak pernah menulis
  • Hatiku juga ingin protes jika melihat guru IPS-ku yang selalu mengajarkan bagaimana berprilaku di lingkungan sosial  tetapi malah tidak pernah bergaul. Datang sekolah hanya untuk  mengajar kalau pun bergaul hanya dengan orang sesuku atau seide saja.
  • Aku benci guruku yang mengajarkan tentang IPA tetapi  malah merusak keseimbangan ekosistem dan alam
  • Aku sering merenung tentang kondisi guruku  yang mengajarkan tentang Ekonomi tetapi malah tidak bisa mengatur Oikos karena  gajinya minus
  •  Aku sering tertawa geli melihat guru matematika yang tidak bisa berpikir  logis, bisanya hanya marah karena aku tidak mengerti
  • Aku benci guru agamaku yang suka sekali ceramah agama dan berbicara ayat- ayat suci tetapi tidak pernah akur dengan tetangganya dan teman-temannya
  • Aku sering tertawa melihat guru BP yang suka  menasehati muridnya supaya menjadi anak yang baik tetapi membiarkan aku mencontek bukankah hal itu sangat kontra produktif?
  • Aku terkadang sedih melihat guru olahagaku yang mengajarkan kesehatan tetapi lebih suka merokok yang menghancurkan kesehatannya sendiri.
    Surat  ini adalah suatu ungkapan cintaku yang mendalam  terhadap guruku. Sekali lagi maafkan aku kalau kata-kata yang ada di dalam surat ini bernada mengejek, menyindir atau menjatuhkan, bukan aku bermaksud buruk tetapi semua untuk kebaikan kita bersama kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.
Selamat hari Kebangkitan Nasional. Salam manis dari muridmu
Bangkitlah Guruku!  Bangkitlah Pendidikan Indonesia!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar