Rabu, 30 Mei 2012

Ini Akibat Punya Pemimpin Lemah



REP | 31 May 2012 | 00:59 Dibaca: 117   Komentar: 3   Nihil
Selama Pemimpin masih lemah, aparat penegak hukum tidak jujur, dan tidak ada lagi respect di antara kita, maka kasus semacam ini belum akan berhenti.
Tempe Goreng Angkringan Sigit
Yogyakarta (30/5) - Jam di Angkringan Sigit baru menunjukkan pukul setengah delapan ketika kami selesai melakukan makan malam. Nasi sambal terasi, tempe goreng, setangkup ati ampela bacem, kacang bawang, teh manis, dan gosip tentang lagak lucu tetangga yang mendadak kaya, membuat sempurna makan malam kami.
Tidak ingin segera menyudahi mood yang hangat ini, saya sengaja mengarahkan motor ke Pasar Godean yang berjarak sekitar 5 kilometer. Istri saya bertanya, ”Kita ini mau ke mana lagi?”
“Pasar Godean.”
“Nyari apa?”
“Jalan-jalan aja.”
“Lha kok lajumu seperti terpengaruh pengendara yang lain?”
Seketika saya kurangi kecepatan motor di kisaran 30 KM/jam sehingga kami bisa menikmati pemandangan Godean di malam hari.
Selalu saja kami takjub pada pinggiran jalan yang kalau siang hari panas dan berdebu, begitu malam datang berubah jadi gerai makanan rakyat yang ceria. Mulai dari bebek goreng, pecel lele, nasi goreng, bakmi, sate sapi, sate ayam madura, bakso, mie ayam, aneka jajanan gorengan, martabak, roti bakar, jagung dan kacang rebus, angkringan, hingga wedang ronde, berjejeran di sepanjang jalan.
***
image: kulineronline.wordpress.com
image: kulineronline.wordpress.com
Tak sampai 15 menit kami sudah sampai di dekat perempatan lampu merah Pasar Godean. Dan karena memang tidak punya agenda selain jalan-jalan saya mencari celah untuk putar arah dan kembali ke arah rumah.
Beberapa saat motor kami terhenti karena menunggu serombongan motor dan sebuah colt pick up terbuka yang mengangkut penumpang melewati lampu merah. Saya tidak terlalu memperhatikan itu karena pemandangan seperti itu lazim di daerah Godean dan sekitarnya.
Di luar dugaan, mendadak rombongan itu berhenti di depan sebuah ruko. Seketika seluruh penumpang di bak belakang pick up tadi berloncatan, menuju ke salah satu ruko, dan menyerukan takbir berulang-ulang. “Allahu akbar! Allahu akbar!”
“Praaaang!!… bugh!… praaang!!!” suara kaca dipukul dengan senjata tangan berukuran panjang, dan jerit tangis seorang perempuan pun turut pecah dari ruko itu.
Jarak saya dengan kejadian tidak lebih dari 10 meter, sontak membuat jantung ini berdebar kencang, antara takut dan penasaran. Istri saya istighfar berulang-ulang dan meminta saya segera berlalu saja. Tapi entah kenapa saya menepikan motor dan parkir di depan angkringan di seberang ruko itu yang segera saya ketahui adalah pedagang miras (minuman keras).
Saya benar-benar terguncang. Rasanya seluruh tubuh gemetar menyaksikan kejadian itu. Istri saya masih tak henti-hentinya beristighfar dan mencengkeram erat tangan saya. Ibu penjual angkringan pun tampak pucat dan gemetaran mendekap erat anaknya.
Saya memesan teh hangat. Untuk sejenak perasaan saya bercampur aduk. Antara miris, mangkel, gemas sekaligus sedih.
Miris karena untuk pertama kali saya menyaksikan amuk massa dengan mata kepala sendiri dan dari jarak yang sangat dekat. Saya kawatir ada yang terluka karena beberapa orang itu mengacung-acungkan senjata tajam berukuran panjang.
Kedua mangkel karena kok ternyata pemerintah ‘mengijinkan’ orang dengan bebas dan terbuka menjual minuman keras (menurut penjual angkringan, harga miras termurah di situ Rp 25.000/gelas) di pinggir jalan utama. Di kios kecil berdampingan dengan penjual ponsel, VCD, makanan ringan, sembako, dan semacamnya. Apa iya peraturan yang ada mengijinkan? Apa sudah tidak ada tempat lain yang lebih representatif untuk menjual miras selain di dekat pasar Godean? Wong UU juga sudah mengatur dengan rinci kok masih nekat. Mangkel saya.
Ketiga saya juga gemas karena yang melakukan ini sepertinya kelompok terorganisir bernuansa agama. Saya juga beragama Islam dan tentu saja bagi saya khamr adalah haram. Tapi saya kok keberatan kalau dakwah Islam dicitrakan penuh dengan kekerasan. Dan kalau melihat ‘kekuatan pasukan’ yang menyerang, mestinya cukup dua orang saja sudah bisa ‘menyelesaikan’ misinya. Kalau memang benar, cukup digertak saja penjualnya lalu segel rukonya. Usir penjualnya atau serahkan ke polisi. Tidak perlu gerakan seheboh itu, Akhi.
Itulah yang membuat saya juga merasa sedih. Saat kejadian, karena masih sore dan itu tempat ramai, banyak anak kecil yang berada di sana jadi bingung lalu ketakutan. Saya khawatir ini bisa berdampak buruk bagi perkembangan kejiwaan mereka di masa mendatang.
***
Selama kejadian yang berlangsung tidak sampai 5 menit itu tidak terdengar pembicaraan antara penyerbu dan pemilik ruko kecuali teriakan dan jerit tangis perempuan. Tapi sepertinya tidak ada korban terluka, karena tidak lama setelah kelompok itu pergi, seorang perempuan dari dalam ruko itu kemudian menutup ruko dan masih bisa mengendarai mobilnya.
Sepertinya kelompok itu memang telah merencanakan penyerbuan hanya ke ruko miras. Mereka tidak menyentuh sedikit pun pedagang yang berjualan telepon seluler dan VCD yang ada di samping kanan dan kiri toko miras itu. Juga orang-orang yang lewat dan kemudian berhenti karena melihat kerumunan pun mereka abaikan. Mungkin karena ketakutan, pemilik toko VCD memilih segera menutup pintu tokonya dan berlari menjauh.
Meskipun mereka tidak mengeluarkan ancaman pada orang-orang yang kebetulan ada di sekitar situ, tindakan mereka sudah cukup berhasil menerbitkan rasa takut dan tidak aman. Tapi barangkali, kasus ini memang tidak berdiri sendiri. Jadi, selama Pemimpin masih lemah, aparat penegak hukum tidak jujur, dan tidak ada lagi respect di antara kita, maka kasus semacam ini belum akan berhenti. Semoga dugaan saya salah. Wallahu’alam bishowab.
*Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang Pelarangan, Penjualan, dan Penggunaan Minuman Beralkohol klik di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar